Pasar Wit-Witan - Destinasi Kuliner Tradisional Banyuwangi

Siapa di sini yang suka jajan pasar dan makanan tradisional? fix kita sefrekuensi. Sebagai yang mendaku penyuka jajan pasar rasanya belum lengkap jika saya belum mencoba aneka jajan pasar dan makanan tradisonal disalah satu pasar tradisional yang lokasinya kebetulan tidak jauh dari kampung mertua. 

Meski jujur ada kecemasan untuk bepergian selama masa pandemi ini, tapi siapa yang bisa menahan diri ini untuk datang ke Pasar Wit-Witan dengan segala kulinernya yang menggoda lidah itu. Bukan untuk ditiru ya bepergian di masa pandemi, meski pada akhirnya kewaspadaan mandirilah yang paling bisa diandalkan di tengah pandemi begini.

Oh ya nama pasar tradisional yang saya maksud adalah Pasar Wit-Witan. Pasar tersebut berada di sebuah kawasan hutan kecil. Karena berada di tengah pepohonan yang rindang dan asri inilah kemudian diberi nama Pasar Wit-Witan. Wit berarti pohon dalam bahasa Jawa. Jadi Pasar Wit Witan berarti pasar yang berada di bawah pepohonan. Akses menuju pasar ini cukup mudah letaknya persis di tepian jalan. Tepatnya berada di jalan Aruji Karta Winata, Desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi. Sekira 16 KM dari pusat kota Banyuwangi. Rute ke Pasar Wit-Witan juga tidak sesulit rute menuju hatinya, kok. hihihi... Dari kota Banyuwangi ambil arah ke Rogojampi, di pertigaan tugu Adipura ambil arah ke kanan terus ikuti jalan itu sampai ketemu perempatan yang ada patung kebo-keboan yang menjadi icon Pasar Wit-Witan. Lalu ikuti terus jalan tersebut. Pasar Wit-Witan berada di sebelah kiri jalan, tidak jauh dari perempatan patung kebo-keboan tersebut. 


Pintu masuk Pasar Wit-Witan


Pasar Wit-Witan hanya buka pada hari minggu saja mulai pukul 06.00 sampai 10.00 WIB. Jika pengunjung membludak sebelum jam 10.00 sudah bubar yang jualan. Hal berbeda tentu saja terjadi di masa pandemi ini, jumlah pengunjung merosot tajam. Hal tersebut membuat banyak pedagang yang omsetnya jatuh sejatuh-jatuhnya. Ada juga yang mencoba bertahan meski penghasilan tidak seberapa. Mau nangis tapi saya bisa apa, cuma mampu larisin beberapa potong getuk lindri saja rasanya sudah kaya 😞

Berangkat dari rumah pukul 08.00 pagi, mampir dulu ke rumah saudara akhirnya jam 09.00 sampai juga di Pasar Wit-Witan. Di sisi kanan dan kiri pintu masuk disediakan tempat cuci tangan yang wadah airnya menggunakan tempayan dan gayungnya menggunakan batok kelapa, juga terdapat sabun dan hand sanitizer. Petugas memakai masker dan baju hitam-hitam mirip baju pangsi khas suku sunda siap mengukur suhu setiap pengunjung yang datang. Selain petugas pengukur suhu, ternyata para pedagang juga mengenakan pakaian berwarna hitam dengan bawahan jarik untuk perempuan. Berada di sini seperti sedang berinteraksi dengan pedagang di era kerajaan atau film-film silat dan pendekar , apalagi ditambah alunan gending khas Banyuwangi yang kadang diselingi tembang para pesinden. Rasa-rasanya saya dan suami mau cosplay jadi Bidadari Angin Timur dan Wiro Sableng 😄


Mana tahan ya kan?


Setelah melewati pemeriksaan dan mencuci tangan, saya berkeliling mengitari para pedagang. Seperti kebanyakan mamak-mamak pada umumnya kan, lihat-lihat dulu belinya kemudian. Mata saya seperti dimanjakan oleh berbagai jajan pasar yang melambai-lambai minta dibeli. Padahal baru lihat-lihat tapi perut rasanya auto kenyang. 

Ada sate cenil dengan warna-warna centil, ada lupis yang manis, klepon, tiwul, gatot, lanun, kucur, lepet, ketan hitam, seabrek-abrek jenang dengan berbagai varian dan tentu saja gethuk dan patulo kesukaan saya. 


Pengen mborong juga kan?


Makanan beratnya mana sayang? 
Ada sayang, ada... 
Ada berbagai macam varian sego/ nasi, sego tempong, sego pecel, sego kuning, sego rawon, sego cawuk, sego bejek dan sego terancam. Di ancam siapa? Mbuh lah ya.

Selain itu ada juga lontong soto, rujak soto, pecel pithik, rawon alas, ayam kesrut, urap, dan The one and only geseng menthok/ entok favorit saya. Kalau sudah makan ini rasanya nggak mau berhenti, "Sumpah mati, mo nangis enak banget rasanya", kira-kira begitu kalau selebgram yang review



Jaga jarak, beli antri dan harus sama kelompoknya masing-masing


Para penjual di sini duduk di kedai masing-masing yang dibentuk seperti dangau atau gubuk-gubuk kecil seperti foto di bawah ini:




Hal menarik lainnya yang saya temui di Pasar Wit-Witan adalah di pasar ini pedagang tidak boleh menggunakan tempat atau wadah yang terbuat dari plastik. Jadi selama di sini kita makan menggunakan tempurung kelapa atau cobek tanah liat yang dialasi daun pisang dan gelas yang terbuat dari bambu. Pasar tematik dengan konsep ramah lingkungan, kira-kira begitu.


Tiga anak yakin nggak nambah lagi, *eh 

Puas mencamil jajan pasar dan makan geseng menthok lanjut minum dawet, sempat juga nyobain jamu-jamuan, sinom dan kawan-kawannya. Penasaran aja sih sama rasanya. hihihi... 

Kalau ngomongin tempat wisata di Banyuwangi sepertinya memang tidak ada habisnya, salut sama Pemkab Banyuwangi yang punya program "Membuat setiap tempat menjadi destinasi dan setiap aktivitas adalah atraksi". Jadi nggak heran kalau Banyuwangi makin moncer diurusan pariwisatanya. Saking banyaknya destinasi wisata di Banyuwangi tiap mudik saya bikin bucket list "kemana aja". Dan listnya masih banyak yang belum diceklis, hahaha... Mamak-mamak bawa bocah jalan-jalan itu cuma mindahin tempat ngasuh aja ya kan, rempong, Bun. Curhat apa curhat? 😄

Kayaknya kalau mudik lagi lebaran tahun depan, bakal ke sini lagi. Belum puas jajan di sini. Semoga saat itu pandemi sudah terkendali dan kita semua dilimpahi rezeki keselamatan dan kesehatan, aamiin.



#KamisMenulis
#TempatWisata












Posting Komentar

38 Komentar

  1. Wow makanannya bikin ngiler Bu . Gatot ngingatin zaman tempo dulu. waktu kecil sering bikin gatot. rasanya kenyal kenyal enak dicampur parutan kelapa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banget, bikin betah tetep di situ. Hihihi...

      Wah, punya kenangan masa kecil sama gatot. Kapan-kapan tulis ya, Pak. Mau baca 😁

      Hapus
  2. Mau banget jajanan pasarnya. Kita sefrekuensi. Kalau di Purbalingga ada pasar Badog, pusatnya aneka jajanan tradisional.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, baca tadi destinasi wisata purbalingga di blog ibu jadi bikin pengen ke sana. Apalagi ini ada pusat jajan tradisional. Wuiiih mantep 😁

      Hapus
  3. Aamiin. Semoga pandemi segera berlalu, dan kerinduan tersalurkan.

    BalasHapus
  4. Menarik sekali, sayang kaki dan tangan tak akan sampai untuk pergi kesana😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Bu Mae...

      Kesananya jangan pakai kaki dan tangan tapi pakai kendaraan 😆

      Hapus
  5. Haduh2,...
    Mba Pipit, rasanya pengin ngeborong semua jajanannyaaa🤣🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya kan, itu pun yang aku rasakan. Hahaha...

      Rasanya ga mau pulang sebelum habis semua yang jualan. Wkwkwk

      Hapus
  6. Gatot dan Tiwul saya suka, saya suka...

    BalasHapus
  7. Wah menarik sekali pasar ini. Sambil belanja sambil cuci mata. Perut kenyang pikiran pun fresh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Bun...
      Apalagi klo bawa duitnya sekarung. Eh, hahaha

      Hapus
  8. Kebayang klo di sana, tak cobain sampe nambah 2 piring yah. Entog itu bebek kan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, termasuk keluarga bebek 😄

      Harus ke sini kapan-kapan ya, Bun

      Hapus
  9. Pingin sekali ke sana. Aku besok ajak Indra dan Nunung ah

    BalasHapus
  10. Pasar ini memang usaha untuk melestarikan makanan-makanan tradisional, di tengah berbagai makanan impor dan kemasan yang tentu saja masih kurang dikatakan sehat dan bergizi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Pak...
      Semoga milenial dan generasi sesudahnya tetep suka jajan pasar dan bisa mengolah dan mengemasnya dengan lebih baik lagi 😁

      Hapus
  11. wow kak pipit telah kembali hihi barengan ama bang andi nih comeback ngeblognya kak pipit

    (((o(♡´▽`♡)o)))

    kangen si mbul baca fiksi dan one day one postnya kak pipit

    ow tu kan uda kuduga sebelumnya ternyata ada pepohonannya makanya nih pasar disebut wit witan...tadi aku nyari nyari oating kebonya loh hahahah

    wah harusnya langsung costplay kak sama pak suami dikau sebagai wiro sableng dan bidadari angin timur berasa jadi vino g bastian dan marsha timothy hehehe

    daaaan...siapa tadi yang bilang ada cenil dan lopis itu mah kesukaan aku bangaaaad...cenil warna warni lupis klepon guyur gula merah dan parutan kelapa ceplus nyemmmm

    nasii nasiannya juga lengkap banget, jadi penasaran makanan tradisional banyuwangian aku kak
    penapsaran sama nasi cawuk dan sego bejek...hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa pas gitu yak, barengan. wkwkkwk

      Aimisyu tu, Mbul...
      Kengen sama segala ripiyuan makanan si Mbul yang bikin ngiler :)))

      Klo nggak bawa bocah pengen sih cosplay dan pepotoan tapi nggak bisa rempong sama bocil, hahaha...

      Pokoknya klo ke Banyuwangi harus banget nyobain, Mbul. Enyaaak

      Hapus
  12. Oh suami mbak Pipit orang Banyuwangi ya. Aku juga punya sepupu yang menikah dengan orang Banyuwangi tapi aku belum pernah kesana, soalnya jauh.

    Enak jajanan nya mbak, aku juga kalo di pasar wit witan mungkin akan borong jajanan pasar itu.😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jauh kemana ni mas Agus? hehe. Kayanya mas Agus ada diujung jawa yang lain ya? maaf suhu saya kepo :D

      Hapus
    2. Mas Agus:
      Suamiku orang Situbondo, Mas
      Tapi udah paling timur jadi deket sama Banyuwangi. Wah, kapan-kapan harus tuh maen ke Banyuwangi, Mas :))

      Enak banget jajanannya apalagi klo dompet kita lagi tebel-tebelnya, hahaha

      Hapus
    3. Saya di Banten mas Supriyadi, makanya aku bilang jauh. Sebenarnya kalo ada yang ngasih ongkos gratis sih dekat. Jangankan Banyuwangi, Bali juga oke.🤭

      Hapus
  13. wah ramah lingkungan sekali ya mbak konsepnya. Jadi pengen ke sana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mas
      Agendakan kapan-kapan harus nyampe ke Banyuwangi :))

      Hapus
  14. Kita seprekuensi mbak, tapi sayabtom yang ga berani ke pasar kecuali pasarnya drive thru naek motor.. wkwkks

    Duh enak banget pasarnya adem ditempat semi-semi hutan gitu.. rindang.. ga pokus sama jajanannya 😂😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahaha...
      Iya sih lagi pandemi gini ya kan. Tapi jujur bosen juga di rumah terus makanya mari kita ke pasar, wkwkwk

      Makan dibawah rindangnya pohon sampai lupa berhenti tahu-tahu kekenyangan, ditambah angin sepoi-sepoi bikin ngantuk, asli. hahaha

      Hapus
  15. Wow, bagus juga ya Pasar wit witan. yang saya tidak lupa dari banyuwangi adalah Sego tempong dan Sego cawuk. Ternyata juga ada di Pasar Wit Witan. Jadi pengin lagi ke Banyuwangi, kota sejuta destinasi wisata. Pengin Rujak Soto juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Pak Eko....
      paling banyak di kenal sego tempong ya, tapi ternyata masih banyak kuliner khas BWI, saya juga baru tahu. hihihi...

      Rujak soto, ibu mertua saya enak banget klo bikin ini. Saya sih bagian nyobain aja. hahaha

      Hapus
  16. wah bagus juga nih konsepnya, jadi masih bisa makan enak tapi gak ninggalin sampah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu jadi yang makan pun nyaman soalnya tetep bersih dan nyaman lingkungannya

      Hapus
  17. menarikkk������saya suka suasana sekelilingnya terasa begitu aman... insya allah ada rezeki selepas pandemik, saya mahu datang ke sini��

    BalasHapus
  18. aku udah ngelist pengen kesini kalau ke Banyuwangi, tapi tiap ke Banyuwangi selalu ga bisa kesini hahaha, sampe sekarang masih berharap bisa mampir kesana
    apalagi bisa jajan jajanan tradisional kayak cenil dan kawan-kawannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. yampun, komen 2021 baru aku balas di 2023
      Maafin ya Mba Ainun, kelamaan hiatus ini. wkwkk
      ayo ke BWI jajan bareng, Mbak :)))

      Hapus