"Hari ini ku gembiraMelangkah di udaraPak pos membawa beritaDari yang kudamba... "
Tiba-tiba lagu jadulnya Vina Panduwinata auto berputar dikepala, saat melihat Pak Pos melambai-lambaikan sebuah bingkisan ke arah saya. Tapi karena takut dikira kePDan, akhirnya saya pura-pura tidak melihat dan asyik berbalas chat dengan suami perihal kunci rumah yang dia bawa sementara saya tidak pegang kunci cadangan. Dan terpaksa harus menunggu di teras sampai Pak Suami datang. Padahal sejak dari rumah sakit yang saya ingin segera tuntaskan adalah rebahan. Meninabobokan rasa nyeri di bagian kiri mulut saya. Tapi keinginan tinggal keinginan, kenyataan sebenarnya sungguhlah tidak sesuai harapan. Suami tak ada, kunci rumah dibawa, dan hamba harus berlesehan di teras depan saja. Nah tepat saat itulah Pak Pos dengan seragam yang warnanya mirip tablet pereda panas anak zaman saya kecil dulu datang dan melambai-lambaikan sebuah bingkisan di depan gerbang.
"Bu Pipit, ada paket nih", seru Pak Pos
"Oh buat saya, kirain buat tetangga", saya menjawab seraya beranjak ke gerbang
Dalam hati penasaran, ini paket dari siapa. Rasa-rasanya bulan ini saya tidak check out keranjang di market place deh *kode*, hihihi...
Atau jangan-jangan ini paket suami. Hmm... Awas ya belanja nggak bilang-bilang. Ha ha ha...
Sigap saya cek siapa pengirimnya, ternyata eh ternyata dari Bu Kanjeng. Bu kanjeng adalah nama panggilan populernya Ibu Sri Sugiastuti, Seorang pegiat literasi, Guru sekaligus Kepala Sekolah, Penulis, dan kadang menjadi editor paruh waktu juga. Beliau juga aktif ngeblog di Kompasiana, dan panggilan Bu Kanjeng terlahir disana. Dari karakter fiktif yang beliau ciptakan dan akhirnya melekat. Hingga sekarang beliau lebih dikenal dengan panggilan Bu Kanjeng.
Nah, kalau Ibu Kanjeng yang kirim bingkisan pastilah isinya buku, karena beliaulah yang membidani tulisan keroyokan, sebutlah antologi, yang saya tulis bersama teman-teman yang tergabung di WAG Belajar Menulis PGRI yang dibina oleh Guru Paling Ngeblog yaitu Om Jay bersama Timnya.
Di WAG Belajar Menulis inilah Bu Kanjeng pernah menjadi narasumber kami, beliau memberikan banyak insight tentang Menulis Dengan Kekuatan Silaturahmi. Salah satu yang saya tangkap adalah penjelasan beliau tentang kecenderungan orang masa kini yang lebih sering berinteraksi secara online. Hal ini harus kita lihat sebagai peluang yang baik untuk membuat silaturahmi virtual kita jadi lebih berkualitas. Misal dengan bergabung dengan komunitas-komunitas online yang sesuai passion kita.
Sebagai contoh saya sendiri merasakan betul manfaatnya setelah bergabung di WAG Belajar Menulis PGRI ini. Setelah sekian tahun tidak menjalani aktivitas blogging akhirnya saya bisa kembali dan rajin ngeblog lagi.
Dulu bermula dari ngeblog juga, saya dan teman-teman membuat antologi puisi dan cerpen berjudul Antologi Orange yang diterbitkan secara indie di nulisbuku. Ini dia tampilannya:
Yang membuat haru adalah kami sepakat hasil setiap penjualan buku ini kami sumbangkan untuk kegiatan-kegiatan literasi. Bagi saya ini sebuah manfaat nyata dari silaturahmi virtual yang senafas dengan materi Ibu Kanjeng di WAG Belajar Menulis Bersama PGRI.
Dan saat ini saya senang sekali, karena bisa menulis antologi lagi meski diterbitkan secara indie, yang terkadang bagi orang-orang tertentu seringkali dianggap B saja. Pokoknya lihat saja nanti pasti akan ada buku saya yang bakal tembus ke penerbit mayor. Amin kan sodara-sodara jangan pelit-pelit. hihihi...
Eh, Tapi sudah pernah sih *jumawa*. Hahaha... Tulisan saya dan teman-teman dalam antalogi pernah masuk ke salah satu lininya Gramedia, yaitu Glitzy book publishing. Pernah saya ceritakan di postingan Rasa Sakit Itu. Dan tentu saja senangnya bukan main, apalagi melihat buku kita berada di rak toko buku sebesar Gramedia rasanya, ah mantap!. Kalau mau tahu gambaran isi bukunya seperti apa bisa cek pada postingan Teror Married,
Dan sekarang saya juga merasa bangga karena bisa menulis "serius" di antologi yang ditulis bersama Om Jay dan Bu Kanjeng ini. Karena sebelumnya tulisan-tulisan antologi saya cenderung bodor dan lawak.
Ini Antologi pertama saya di tahun 2021 |
Sertifikat penulis dari penerbit |
Demikian kabar gembira dari Surakarta yang dikirim Bu Kanjeng untuk saya, semoga yang membaca ikut gembira dan bahagia. Tetap menulis dan yakinlah bahwa setiap tulisan pasti akan ada pembacanya.
18 Komentar
wah....congratulation.....terus berkarya.
BalasHapusHave a wonderful day
Terimakasih, Mas
HapusThank you and I really hope you have a nice day too
Amiin ...ikut kudoakan nantinya buku karya kak Pipit bisa nembus ke publisher mayor.
BalasHapusSemangat berkarya.
Aamiin....
HapusMakasih Mas Hima :)
Wah, selamat Mba Pipit. Saya selalu kagum dengan orang yang berhasil menerbitkam buku. Mau penerbit mayor atau minor, menurut saya tetap hebat. Yang paling utama, bukunya jadi. Ngga bisa dong disamain dengan yang ngga nulis sama sekali.
BalasHapusMakasih ya Nis
Hapusaku juga mikirnya gitu, mau lewat penerbit mayor atau minor kan juga gimana takdir dan kesempatan juga ya, he he...
Sekarang yang penting nulis aja dulu :)
Mantapp, selamat membaca..
BalasHapusTerimakasih, Sobii
HapusKeren, Mbak Pipit. Sharing yang bagus. Antara Guru dan Kepsek. Prinsipnya, "Setiap tulisan pasti akan ada pembacanya." Setuju, Mbak. Terima kasih telah berbagi.
BalasHapusTerimakasih banyak bu haji atas apresiasinya
HapusBenar saya selalu meyakini itu, untuk memotivasi diri juga supaya mau terus menulis
bwahhahahah kak pipit nungguin ayank suamik di depan teras sambil pegangin pipi e dateng pak pos...
BalasHapusbentar...aku baca awalannya itu sambil nyanyik loh #terus semua pada tutup kuping denger si mbul mulai nyanyi hahahhaha
eh ga 'B' aja kok kak...diterbitkan baik indie maupun mayor bagi mbul yang smaa sekali belom pernah bikin buku mah itu sesuatu yang sangat prestis dan patut diapresiasi, hihi...daripada mbul novelnya cuma takterbitkan di buku tulis sidu dengan tulisan bolpoin ala cakar ayam yang kalau udah dimakan usia bolpoinnya mblobor hihi...semangat dan sukses terus karena niatnya mulia yakni hasil penjualan tuk sumbangsih kegiatan literasi. Keren ! 😍
yampun, mbul.
HapusBikin ngakak aja kamu tuuu, gemez. wkwkkwk
Aku juga sependapat gitu. Tapi ya memang nggak bisa dipungkiri kalau ada orang yang nganggap beda buku yang diterbitkan indie dan mayor. Gpp deh, bebas. Daripada dipikirin bikin tensi naek. ha ha ha....
eh, makasih ya mbuuuul. luuuv
Wah mbak, bisa nulis buku aja udah keren, soal diterbitkan dimana itu number two, hihi
BalasHapusTetap berkarya mbak, siapa tau dilirik penerbit mayor... Aamiin
Alhamdulillah,
HapusIya, mas...
Bener, tapiii kan... namanya orang ya, mulutnya suka tajem. hihihi...
Aamiin...
Siap semangat, makasih ya Mas Jaey
Bisa bikin buku lalu diterbitkan menurutku luar biasa mbak Pipit, soalnya tidak semua orang bisa bikin buku apalagi bisa diterbitkan. Contohnya aku yang sama sekali belum pernah bikin buku, apalagi sampai terbit.
BalasHapusTetap semangat berkarya ya mbak Pipit.
Iya, mas sepakat.
HapusAyo mas Agus diterbitkan Indie juga itu si Herman dan Ningsihnya, hihihi
Terimakasih, Mas Agus
Semangat juga buat Mas Agus
Keren banget bisa berkarya bareng-bareng ya mbak.. Kakak saya juga ada ikut di komunitas penulis seperti ini, jadi tiap bulan ada aja tu lomba nulis untuk dicetak jadi novel dan antologi..
BalasHapusBetul, kalau ikut komunitas mau nggak mau kan ngikut rules ya jadi dipaksa terus buat nulis. Dari dipaksa semoga membentuk kebiasaan. he he he
Hapus