Poster Hari Guru Nasional - dok. Kemdikbud |
“Ustadzah...,”
Panggilan Alifah siswa kelas tiga SMP mengalihkan saya dari rumput-rumput yang sedang saya siangi bersama Bangun dan Afdal siswa yang sedang bertugas piket hari ini.
Bangun dan Afdal, dua siswa yang tengah piket kebersihan |
Jangan kaget, di sini siswa
menyapa guru-gurunya dengan panggilan Ustadz atau Ustadzah karena tempat saya
mengajar merupakan Pesantren Modern atau Boarding School orang bilang.
Sejak kali pertama mengajar saya meminta mereka untuk memanggil Ibu tapi tidak
digubris, mungkin kagok karena ini lingkungan pesantren. Padahal saya
sendiri sama kagoknya dengan panggilan itu. Menjadi guru saja luar biasa berat tanggung
jawabnya, ditambah pula dengan panggilan ustadzah. Alamakjang.
Balik lagi ke Alifah ternyata anak
itu meminta saya untuk masuk ke kelas tiga. Biasanya kalau sudah begitu mereka mau curat. Curhat apa saja, bisa tentang kiriman uang yang terlambat, kangen rumah,
kesal sama teman, malu karena ada jerawat baru tumbuh, suka sama seseorang, skin care apa yang baik untuk usia mereka, berita
apa diluar yang lagi hits, sampai ditodong pertanyaan video tiktok apa yang
lagi viral, hahaha...
Begitulah, di pesantren informasi-informasi seperti itu hanya bisa mereka dapatkan dari gurunya karena mereka tidak pegang HP. Begitupun menonton tv hanya boleh pada kamis malam itupun tayangannya sudah dipilihkan oleh bagian pengasuhan pesantren (semacam Guru BK kalau di sekolah) dan hanya boleh menonton selama dua jam.
Tapi ternyata dugaan saya salah. Sebelum sampai ke kelas, saya dikejutkan oleh anak-anak yang tanpa dikomando mengucapkan selamat hari guru. Dan Amalia saudara kembar Alifah memberikan saya bouquet snack. Saya tidak bisa berkata apa-apa, ujung mata saya basah. Anak-anak putri memeluk saya bergantian. Jujur tiap kali mendapatkan hal seperti ini atau hal-hal emosional lainnya saya malah sering bertanya-tanya dalam hati, sudah benarkah saya mendidik mereka?
salah satu buket kreasi anak-anak |
Seperti
biasa anak-anak meminta saya untuk mengambil foto bersama dan meminta saya
untuk nanti mengirim foto-fotonya ke wag wali murid. Seperti inilah cara siswa
di pesantren kami dan orang tuanya mengobati rasa kangen mereka. Semenjak
pandemi kunjungan untuk bertemu memang dibatasi. Dulu sebelum pandemi, setiap
jum'at orang tua boleh berkunjung. Sekarang dibatasi baik waktu maupun jumlah
yang berkunjung itupun dengan prokes yang ketat.
foto bersama (sebagian) anak-anak |
Untuk merayakan hari spesial bagi para guru, anak-anak dibawah komando Insany (nama organisasi siswa di pesantren ini) biasanya selepas shalat isya akan mengadakan pentas seni, bernyanyi, berpuisi, berpantun, bercerita, juga drama. Pertunjukan yang dikemas khusus dan diperuntukan bagi guru-guru.
Kalau ingat dulu, guru bukanlah cita-cita impian saya. Sejak kenal mata pelajaran IPA saya lebih sering memimpikan bercengkrama dengan peralatan di laboratorium. Tapi almarhum bapak selalu berkata, “cara belajar terbaik adalah mengajar, dengan mengajar mau tidak mau kita akan terus belajar dengan begitu tentu saja akan ada perubahan dalam karakteristik, pengalaman dan tingkah laku kita dan semoga saja hal itu adalah kebaikan yang bisa menular kepada orang-orang di sekitar”.
Menjadi guru di boarding school tentulah memiliki tantangan tersendiri. Bagi saya pribadi saat ini tantangan terbesarnya adalah merancang program pendidikan yang komprehensif-holistik dari program keagamaan, akademik, life skill, sampai membangun wawasan global. Dunia yang semakin kompleks membuat saya harus terus berupaya mengupdate program ini agar selaras.
Karena boarding school memadukan sekolah dan pesantren yang tidak hanya mendidik para siswa untuk memiliki ketangguhan jiwa (taqwimu al nufus), untuk berani hidup di jalan yang lurus, berbudi pekerti mulia, tetapi juga harus mampu membekali mereka dengan berbagai disiplin ilmu dan keterampilan lainnya.
Berharap agar kelak ketika mereka lulus mampu
beradaptasi, responsive terhadap perubahan dan tentu saja dapat berkontribusi
bagi lingkungannya. Saya beryukur dari hasil penelusuran jejak alumni, saat ini
banyak siswa kami yang berkontribusi dimasyarakat maupun di kampus tempat
mereka menimba ilmu selanjutnya.
Tetapi sesungguhnya dari dulu hingga saat ini tantangan terberat ada dalam dua hal, pertama tantangan internal yaitu terkait dengan program-program Pendidikan dan kegiatan pembelajaran santri agar selalu selaras dengan perkembangan zaman. Yang kedua tantangan eksternal yaitu yang berhubungan dengan kiprah santri/ siswa dilingkungan masyarakat terkait modernitas, pergeseran nilai dan moral, ledakan teknologi, isu-isu pluralisme dan toleransi yang acapkali menjadi polemik di negara kita. Jadi sudah semestinya tidak hanya kompetensi akademis yang dipersiapkan untuk mereka, skill-skill lain pun harus mereka kuasai. Karena tujuan akhirnya bukan sekedar nilai-nilai yang tertera diraport, atau jumlah piala atau medali yang diraih tapi seberapa besar kelak mereka dapat berkontribusi bagi kemanusiaan. Lagipula, bukankah agama tanpa ilmu pengetahuan sesat? Dan Ilmu pengetahuan tanpa agama gelap gulita?
Tugas dari Om Momo, tulisan tanganku, mau bikin doodle keburu pegel |
Tentu saja bukan hal yang mudah untuk mewujudkan tujuan akhir tersebut, namun bukan berarti juga tidak mungkin untuk dapat mewujudkannya. Seperti kata pepatah Afrika “it takes a village to raise a child”, dibutuhkan banyak sekali pihak untuk membesarkan seorang anak, bukan hanya berpusat pada keluarga dan disandarkan pada guru tetapi lingkungan harus bersinergi bersama untuk mewujudkannya. Dan itu semua membutuhkan keteguhan niat, keseriusan, semangat dan tentu saja dana.
Saat
ini bahkan mencari ilmu semudah menjentikan jari-jari. Untuk itu dibutuhkan guru dan
pendidik yang mengajar dan mendidik dengan hati, karena internet tidak bisa
melakukannya. Seperti tagline Hari Guru Nasional 2021 ini, bergerak dengan hati, pulihkan pendidikan.
29 Komentar
Oh baru ingat kalau ini hari guru. Selamat hari guru nasional mbak Pipit.
BalasHapusJadi mbak Pipit ini mengajar di sekolah pesantren modern ya, memang pas kok dipanggil ustazah.
Jadi kalo di pesantren itu tidak boleh pegang hape ya, bahkan nonton TV juga dibatasi dua jam. Mungkin biar anak fokus belajar bukan malah main tiktokan ya 😂
Terimakasih, Mas Agus 🙏
HapusIya, tapi berat rasanya dan bertambah pula tanggung jawabnya 😁
Tiap pesantren biasanya memiliki aturan masing-masing. Tapi sependek pengetahuan saya kalau di boarding school biasanya tidak boleh pegang hp. Kecuali HP wartel 🤭🤣
Menonton dibatasi, banyak alasannya lah ya. You know lah apa kira-kira 😄
Wah senangnya masih bisa dapat kejutan dari murid :)
BalasHapusBtw, Enak sekali membaca tulisan Bu Pipit. Sedikit-sedikit saya bisa membayangkan bagaimana kehidupan siswa dan program pendidikan dipesantren. Memang lebih kompleks hal-hal yang harus diperhatikan dibanding sekolah biasa. Kalau membahas pesantren, saya jadi ingat novel Negeri 5 Menara hehe
Padahal kejadian tiap tahun, tapi selalu nggak nyangka tiap dapet. Kayak "ini beneran nih dapet beginian?" 😄
HapusSeperti itulah, Pak. Kompleks dan lumayan ruwet. Tapi ya disyukuri aja, emang hidup juga begitu ya kan😁
Wah, Pak Brian baca juga novelnya. Cita-cita saya bikin novel model Pak Ahmad Fuadi itu, hihihi... Tapi belum kesampaian 😁
Ustadzah yang keren👍👍 semoga tetap mendidik dengan hati sesuai harapan anak negeri🌹🌹
BalasHapusMasyaallah tabarakallah...
HapusAamiin allahumma aamiin 🤲
Sungguh mengharukan! Bukan ttg apa yg diberikan anak2 tapi nilai dan maknanya sbg pengakuan aka peran penting guru bagi mereka..
BalasHapusBetul, Ambu
HapusHati mereka tergerak untuk melakukan itu saja rasanya sudah mengharukan...
Assalamualaikum ustadzah yang luar biasa, ustadzlah pengganti ummi dan abi mereka. Benar adanya, mendidik dari hatti menyebabkan para santri begitu dekat dengan ustadzah. Keren.
BalasHapusWa'alaikumsalam, Ibu Ros
HapusSemoga demikian adanya, aamiin
Terimakasih, Ibu 🙏
Ustadzah pipit... Selamat hari guru. Luar biasa kebahagiaan tersendiri bisa ikut bercengkrama dengan anak-anak pesanten. Sukses selalu ustadzah ...
BalasHapusHai, Ustadzah Atik 😄
HapusAamiin, terimakasih ya 🤗
Selamat hari guru Ustazah 😀barakallah
BalasHapusWa fii kum barakallah...
HapusSelamat haru guru juga buat, Bu Derli 🥰
Wah guru sekaligus tempat curhat anak-anak sampai ke tik tok. Mantap. Nasehat Ayah Bu Pipit langsung ke hati, saya catat Bu. "Cara terbaik belajar adalah mengajar. Dengan mengajar mau tidak mau kita akan terus belajar..."
BalasHapusDari zaman sekolah saya udah biasa jadi tempat curhat 🤭😄
HapusTerimakasih, Bu Yati... 🥰
Kisahnya mantaaap. Eh, bener dulu nggak bercita-cita jadi guru? Kok sama ya. Hehe
BalasHapusSama sekali ga pernah tertarik jadi guru 🤣
HapusMaunya jadi peneliti atau ilmuwan gitu, wkwkwk
Jadi kangen pada aroma ruangkelas, khususnya kelas 1 SD. wanginya kayak ayam habis mandi. He he ... Selamat Hari Guru Nadional, ananda Pipit.
BalasHapusHahaha...
HapusKlo kata guru SD saya bau cipeuw, bau rambut anak-anak yang terbakar matahari 🤣
*... Guru Nasional ...,
BalasHapusTeerimakasih, Bu Haji 🙏
Hapusmenjadi guru bukanlah suatu hal yang mudah ya mba, mengingat kesuksesan seorang siswa tidak terlepas dari peran guru ketika di sekolah, sehingga 40 sampai 60 % pengaruh guru sangat besar bagi tumbuh kembang sang anak
BalasHapusTepat...
HapusTanggung jawabnya juga berat 😁
Terus menginspirasi yaa Ustadzah
BalasHapusSehat selalu yaaa
Hmm... Boleh nih bagi bagi snack nya... heheh
Aamiin...
HapusSini, ambil Pak Indra 🤣
Selamat hari guru ustadzah, terharu banget pasti dikasih kejutan oleh murid-muridnya. Semoga makin semangat mengajarnya
BalasHapusTerimakasih, Mas Dede
HapusAamiin, siap semangat 😁
Entah kenapa saya jadi terenyuh untuk melihat diri dari pernyataan di atas. "panngil guru saja sudah berat, apalagi Ustad" Sangat setuju dengan pernyataan itu tuan guru. Sebab hal yang sama juga saya rasakan. Kiranya amanah ini bisa kita tuntaskan bersama. Selamat hari guru pak. Tetap memnadu.
BalasHapus