Setahun Pandemi



Di postingan saya kemarin, mulai hari ini saya akan mencoba menantang diri saya kembali untuk menulis flash fiction. Tapi ternyata saya belum bisa mewujudkannya. Sementara masih jadi wacana. Ok, Baik.

Pagi ini saya baru ingat kalau kita sudah setahun melewati pandemi. Pandemi yang mengubah banyak hal dan kebiasaan. Pandemi yang membuat hidup ada dalam bayang-bayang kecemasan dan kondisi yang jauh dari menyenangkan. Karenanya sangat bersyukur diberi hidup yang baik-baik saja. Disaat banyak orang di luar sana yang kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan kepercayaan, dan kehilangan-kehilangan lainnya yang menyakitkan.

Desember, saat kasus pertama kali terjadi di Wuhan. Suami saya termasuk yang denial menanggapi kasus ini. Selalu mengatakan "nggak bakal sampai ke Indonesia". Sementara saya sudah parno duluan. Akhirnya saya mulai menyicil membeli masker, hand sanitizer, disinfektan, alcohol swabs dan multivitamin. Saat itu belum terjadi panic buying, harga-harga masih standar. Saya beli 1 box masker sensi seharga 25ribu rupiah/ box (50 pcs) di marketplace. Suami yang kemudian mengetahui hal tersebut cuma tertawa dan geleng-geleng kepala. Dia tahu saya mudah sekali merasa cemas dan membiarkan saya belanja barang-barang tersebut adalah hal baik agar saya tidak dihantui kecemasan.

Sejak desember pula saya mulai membiasakan diri memakai masker saat harus keluar rumah dan berinteraksi dengan orang lain. Meski sebelumnya, tepatnya sejak hamil anak ketiga, saya memang sering memakai masker saat keluar rumah. Entahlah, rasanya nyaman saja kalau pakai masker. 

Jelang lebaran tahun lalu, membayangkan ibu dan bapak yang babak belur dihajar kangen sama cucu-cucunya, rasanya sesak. Karena tentu saja ditengah pandemi pilihan terbaik tetap di rumah dan mengurangi interaksi sosial secara langsung. Saya kuatir terpapar dan malah menjadi carrier. Beruntung masih bisa video call setidaknya sedikit rasa kangen terobati. 

Dan hari ini setelah setahun pandemi, lagi-lagi dikejutkan oleh berita yang disampaikan oleh Wamenkes dengan mengonfirmasi adanya 2 kasus dengan varian B117. Kata Wamenkes, hal tersebut akan membuat tingkat kesulitan penanganan bakal meningkat.

 

source perupadata

Meski merupakan bad news, kita jangan sampai kehilangan harapan. Karena apapun yang terjadi selama pandemi merupakan pelajaran berharga bagi kita semua dan segala aspek kehidupann. Terus bertahan dan tingkatkan kewaspadaan. Meski kondisi ke depan semakin berat dan semakin tidak menyenangkan. Meski entah sampai kapan. Tapi kita punya Tuhan dan tidak sendirian.

 






Posting Komentar

8 Komentar

  1. Wahhh mbaknya sangat visioner membeli masker di Desember 2019, ga kayak saya T.T

    Beli hand stanizer waktu harganya 50rb :))

    Menurut saya pandemi ini mengajarkan kita untuk selalu menerapkan pola hidup sehat yang ga pernah saya lakukan seumur hidup..

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya memang selalu visioner meski kadang-kadang, wkwkwk

      yampun sebel banget ya kalau inget panic buying dan harga-harga meroket. Rasanya pen tujes-tujes seller2nya :))

      ha ha ha...
      bener banget, Mas
      jadi lebih aware kan ya daripada sebelumnya

      Hapus
  2. saya januari 202o kayak gitu mbak dan banyak ditertawakan rekan
    kebanyakan engga percaya bakal sampe outbreak
    dan akhirnya ya sudahlah...

    sekarang udah ga kerasa setaun dan engga tau sampai kapan ini selesainya
    apalagi ada mutasi virus baru ya jadi pasti harus ekstra waspada
    tapi untungnya vaksinasi udah mulai berjalan ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mas Ikrom
      bersyukur sekali kita masih bisa bertahan sampai hari ini ya, semoga pandemi segera teratasi ya

      Hapus
  3. Kalo inget kejadian sebelum pandemi, waktu itu kebetulan saya reseller hand sanitizer botol kecil2 dari teman saya. Kebetulan tinggal 1 box lagi yang belum laku, sempat bingung, mau dikemanain ini ya karena sampe 2 bulan gak juga laku.. Eh tiba-tiba aja Covid masuk ke Indonesia dan harga hand sanitizer mendadak naik. Orang2 manfaatin itu sebagai peluang bisnis. terus saya? saya kekepin itu satu box buat dipake barengan sama keluarga (termasuk ayah, kakak dan adik2 saya).. Hehehehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya Allah, Mbak...
      Baik banget, nggak kepikiran buat manfaatin jadi peluang bisnis. Berkah selalu bisnisnya ya Mbak Naia

      Hapus
  4. Ini adalah ketakutan umum yang tidak hanya menyangkut kita tetapi juga menyangkut seluruh dunia.
    Salam dari Turki

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo Mustafa
      Terimakasih sudah berkunjung ya

      Betul sekali ketakutan ini dirasakan seluruh belahan dunia, semoga kita selalu diberikan kesehatan ya. Salam

      Hapus