Rama dan Shinta



Coba tebak, apa yang mama katakan tadi malam padaku?

“Selasa Arya dan keluarganya akan datang melamarmu”

whoaaaa…, apa-apaan ini?! Kenapa secepat ini?! Aku bahkan belum sempat mengenal sosok Arya sebelumnya. Setidaknya aku ingin mengetahui terlebih dulu seperti apa sosok yang akan menjadi the one and only dalam hidupku nanti.

Mama memang sedikit pernah bercerita tentang Arya, tapi semua yang mama ceritakan sedikitpun tidak bisa membuatku tertarik kepada dia. Sejujurnya mungkin karena hatiku sudah dipenuhi oleh sosok yang lain. Rama namanya, dia kakak kelasku waktu SMA. Hampir semua siswi disekolahku mengidolakannya termasuk aku. Tragisnya yang kami idolakan seperti freezer, beku, tak pernah sekalipun kulihat dia asyik bercengkrama dengan salah satu fansnya.

Satu-satunya hal tergila yang pernah kulakukan adalah mengiriminya puisi dan gelang anyaman yang kubuat semalaman. Namun, Rama tetap dingin seperti biasa. Bahkan seolah menjaga jarak. Tak lama berselang, aku pun harus pindah sekolah karena Papa dipindah tugaskan ke kota lain. Tapi rasaku untuk Rama tidak pernah hilang malah semakin dalam. Bahkan hingga tujuh tahun ini, masih kusimpan rapat-rapat.



Dua hari yang lalu secara tak sengaja kami bertemu di resepsi pernikahan salah satu teman SMA. Dia masih seperti dulu, He almost fit to the perfect criteria to be a most wanted man to die for forever. Tuhan, aku tidak akan menolak jika Kang Rama yang melamarku. Astaghfirullah… Aih, mupeng banget.

Sayangnya hal itu sepertinya tidak akan pernah terjadi. Mama jelas-jelas akan menjodohkanku dengan Arya. Dan Aku tidak bisa menolak keinginan mama, meskipun aku tidak yakin dan klik pada pilihan mama. Tapi jika ini bisa membuat mama bahagia, aku akan berusaha legowo menjalaninya. Sepertinya aku akan berdarah-darah berdamai dengan perasaanku sendiri. 

Mungkin itu sedikit lebay. Meski aku yakin itu hanya sebuah kecemasan yang berlebihan. Kalaupun terjadi, itu adalah sebuah proses agar aku bisa mengarifinya, tinggal bagaimana aku mengelola hatiku saja. Halah, lagaknya so wise banget. Padahal, somebody please help me! Hentikan perjodohan ini.

***

On Day

Tuhan, aku belum bisa berdamai dengan hatiku dan tiga puluh menit lagi acara lamaran akan segera dimulai. Aku tergugu.

“Shinta…,” ujar mama lembut menyentuh bahuku

“Ma, aku enggak mau dijodohin sama Arya. Kenal saja nggak. Mama kok tega sih main jodohin aku gitu aja. Mama mau aku menderita ya?”

“Sayang ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Mama sangat mengenalmu dan tahu kamu akan sangat cocok dengan Arya”

“Dari mana mama bisa menyimpulkan hal itu? Apa karena Arya dari keluarga ningrat dan keningratannya membuat mama silau lalu mau mengorbankan kebahagianku demi ambisi mama?,” tak tahan aku terbawa emosi.

“Astaghfirullah, lancang sekali kamu menuduh mama seperti itu. Dengar ini tidak seperti apa yang ada dalam pikiranmu. Jadi jaga ucapanmu!”

Hampir saja tangan mama mendarat di pipiku kalau saja tangan kekar itu tidak segera meraih tangan mama menggenggamnya dengan lembut, menenangkannya.

Tuhan, tangan itu…

Aku kenal tangan itu milik siapa, tangan itu masih memakai gelang anyaman yang dulu pernah kubuat semalaman. Aku tidak berani menatap wajahnya, hanya tertunduk ketika dia berjalan ke arahku.

“Shinta, aku Arya Fatta Ramadhan, Rama yang kamu kenal dulu. Gelang darimu menemaniku selama tujuh tahun ini”

Apakah ini mimpi? Aku masih belum percaya mendengarnya

“Hei!,  malah melamun”

Aku hanya tertunduk malu.

“Pipimu merah seperti apel matang,” Rama menggodaku

Aku semakin menunduk dalam pelukan mama yang semakin erat.


= = = = = = = = = = = = =

#KamisMenulis
AKU, KAMU, DIA











Posting Komentar

53 Komentar

  1. Berdamai dengan perasaan, perlu pengorbanan

    BalasHapus
  2. Uhuui... Bismilah. Aku terima dia aku ingat gelang itu.. Dan rasa yang dulu ada..

    BalasHapus
  3. Hmm so sweet endingnya...🤩🤩

    BalasHapus
  4. Tak di sangka, yg didambakan pun akhirnya menghampiri.. Endingnya sweet sweet...

    BalasHapus
  5. Kalau jodoh nggak ke mana. Asyiknya happy ending.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Bu Yati...
      Katanya klo jodoh nggak bakal kemana, kan...

      Hapus
  6. Gelang nya bagus, tulisan juga menarik, bahagia nya hati ini.

    BalasHapus
  7. Nama panjang ternyata harus tahu, ya.

    BalasHapus
  8. Menarik ceritanya. Benar-benar mengalir dengan deras, saya merasa cerita ini harus dinovelkan! Biar lebih mengalir dan greget🤭🤭

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aduh, Bu sri
      Masih banyak kekurangannya ini. Klo buat novel nafasnya belum panjang 😁

      Hapus
  9. Aku suka sekali sama cerita ini. Ayo buat buku ceritanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bu Nia, makasiiih
      Belum kebayang kalau dibikin cerita lebih panjang, hihihi

      Hapus
  10. Endingnya keren Bun..
    Salam kenal ya Bun..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Bun
      Salam kenal juga, terimakasih ya sudah mampir dan membaca

      Hapus
  11. Keren bu, sy senenang gelangnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih, Pak
      main sini ke Baduy, banyak yang jual. hihihi

      Hapus
  12. Asyik. . Yg sedang mengingat masa lalu yg paling indah. Keren... Tulisannya

    BalasHapus
  13. Cerita membumbungkan imaginasi, keren bu pipit...

    BalasHapus
  14. cerita menarik, dan endingnya lebih menarik....

    have a nice day

    BalasHapus
  15. Uwih, happy endiiiing....., bahagia tiada terkira deh itu asti rasanya si Shinta
    ♥╣[-_-]╠♥

    BalasHapus
  16. Jadi ingat pernikahan zaman dahulu. di kampung, boleh dibilang seratus persen perkawinan bujang dan gadis itu dijodohin. sebagian besar mereka kekal ksampai kakek nenek. Tapi banyak juga yang bubar. Selamat malam, ananda Pipit.

    BalasHapus
    Balasan
    1. roman zaman dulu juga memotret hal itu ya bu haji, seperti Siti Nurbaya yang paling banyak dikenal dan diceritakan. Selamat malam juga Bu haji.

      Hapus
  17. Kalau menurut saya sih, lebih bagus untuk kata "aku, kamu dan dia" tidak perlu dicetak tebal atau bold. Soalnya, pembaca 'kan sudah tahu bahwa tulisan ini memang ada kaitannya dengan tiga kata itu. Terima kasih.

    BalasHapus
  18. Alhamdulillah jodohhh, cerita yg singkat namun hangat

    BalasHapus
    Balasan
    1. klo jodoh nggak kemana, mbak (katanya) hihihi

      terimakasih mba sudah mampir membaca

      Hapus
  19. Cie Pipit.... Ehhh Shinta maksudnya... Hehehehehe
    Gelang yang diberikan akan kembali kepada pembuatannya.

    Seru ceritanya...

    BalasHapus
    Balasan

    1. Ndraaaa, Jangan rebutan gelang ya sama Beje. wwkwkkw

      Hapus
  20. Ciee, jodoh niyee. Rama ternyata Arya. Jadi deh nikah.

    BalasHapus
  21. pernah berpisah tapi bertemu kembali,..mungkin itu adalah jodoh

    BalasHapus
  22. menarik! boleh dibukukan ini? paling tidak e-book ;-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Anis :)
      idenya boljug, tapi entah eksekusinya. wkwkkw

      Hapus
  23. Ceritanya sempurna sekali dari awal ila akhirihi. Enaaak dan bikin penasaran. Kemasan yang menarik dalam penuturan. Luar biasa. Salut. Bagi ilmunya dong

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh, Pak Beje suka begitu, hahaha...
      saya harus banyak belajar nih ke Bapak *salim*

      Hapus
  24. Alhamdulillah, walaupun cerpen, selamat ya mbak sinta :))

    Atau jangan-jangan ini terinspirasi dari kisah nyata mbak dan suami yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. ha ha ha ha...
      makasih lho Mas Andie :))

      Nggak mas, aku nggak ada drama-drama begini
      lebih ke drama LDR, wkwkkwk

      Hapus
  25. ternyataaaah...ramanya adalah ramadhan..thanks ga...ga jadi tragedi romio n yuliet xixixixi

    asyikkk kiasan merona bagaikan apel matangnya ^^

    BalasHapus