Merawat Komitmen, Mempertahankan Konsisten



Tadi malam saya memasuki pertemuan kelima di grup belajar menulis. Di jadwal yang tertera pada flyer harusnya malam ini yang menjadi narasumber adalah Bapak Dedi Dwitagama dengan dimoderatori oleh Ibu Aam Nurhasanah. Sayangnya Bapak Dedi berhalangan hadir. 

Menariknya tadi malam, Om Jay yang turun langsung untuk membimbing kelas belajar menulis masih dengan tema "Komitmen Menulis di Blog". 

Menulis dan membaca adalah dua hal yang saling berkaitan, taut menaut. Banyak membaca juga akan berbanding lurus dengan kemampuan menulis sesorang. Karena dengan semakin banyak membaca akan semakin banyak referensi yang didapat sehingga menambah wawasan dan pengetahuan. Dengan demikian rasanya mustahil jika sampai kehabisan ide. Oleh karena itu keduanya harus dilakukan terus menerus, sampai menjadi kebiasaan bahkan kebutuhan. Kalau kata Om Jay seperti makan dan minum, harus menjadi kebutuhan yang mendasar. Lapar bila tak membaca, haus bila tak menulis. 

Sebelum kembali melanjutkan materi,  Om Jay memberi kabar duka atas meninggalnya Bapak Sahri Hermawan, salah satu pengurus PGRI. Mengajak kami mendo'akan almarhum juga memberikan reminder betapa pentingnya meninggalkan jejak sebelum maut mengajak. Om Jay memotivasi kami semua untuk menulis, meninggalkan jejak digital dan tentu saja menerbitkan buku. 

Kemudian Om Jay menceritakan kisah tentang sahabatnya yang hanya tamatan SD. Dian Kelana namanya, dari beberapa link terkait Pak Dian yang diberikan Om Jay. Ada satu tulisan dari Pak Dian yang menarik hati saya, judulnya Pengalaman dari Universitas Kehidupan. Ternyata dari sebuah quote yang berbunyi "Ilmu itu tidak terletak di sekolah, tapi pada kemauan belajar", saya jadi bisa memahami bagaimana Pak Dian yang hanya tamatan SD kemudian bisa struggle dengan segala keterbatasan yang beliau alami bahkan sejak dalam kandungan. Pak Dian menegaskan bahwa 90 persen Ilmu yang dimilikinya beliau pelajari secara otodidak. Dari mulai belajar mengetik, sampai bagaimana sebuah surat kabar terbit. Ilmu fotografi dari awal kamera pinjaman sampai milik sendiri DSLRan. Tidak ada kata menyerah dan kalah pada keadaan, bagi beliau yang berpedoman kepada ayatNya yang berbunyi, "Allah tidak akan mengubah nasib kamu,  bila kamu sendiri tak berusaha untuk mengubahnya". Makin terkagumlah hati saya membaca sosok beliau yang tergambar dari tulisan beliau yang dishare oleh Om Jay. Bahwa apapun yang Pak Dian Kelana lakukan, karena ingin menjadi manusia yang penuh manfaat, dan menjadikannya sebagai ladang amal. Sosok manusia yang harus kita teladani jejak hidupnya. Bersyukur Om Jay memperkenalkan kami pada beliau. 

Kembali ke materi belajar menulis malam tadi. Bahwa sejatinya komitmen untuk selalu konsisten menulis itu lawannya satu, mengalahkan kemalasan diri. Jika kita sudah menganggap menulis sebagai sebuah kebutuhan maka seseorang pasti akan menulis setiap hari. Tetapi masalah selanjutnya adalah, mampukah kita membaca setiap hari? Karena seperti yang saya tulis di awal membaca dan menulis adalah dua hal yang saling berkaitan, taut menaut. Dengan banyak membaca akan berbanding lurus pada kemampuan menulis kita. 

Om Jay mengibaratkannya dengan sebuah teko yang selalu diisi air, dari sebuah teko yang berisi air entah itu teh atau kopi maka akan mengalir menjadi gelas-gelas berisi kopi atau teh. Kalau tekonya tak pernah diisi bagaimana bisa mengalir menjadi gelas-gelas berisi minuman.

Jadi tuliskan saja apa yang terlintas dalam benak, tak usah dipusingkan dengan aturan pedoman ejaan. Tulis saja terlebih dahulu, dan biarkan ide-ide datang. Lambat laun dengan sendirinya kita akan belajar menulis dengan lebih baik lagi. Seperti kata Om Jay, "Menulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi".
 


Posting Komentar

4 Komentar