Tentang Sesuatu

Disclaimer: 

Catatan ini hanya bisa-bisanya kesoktahuan saya saja 
kalaupun ternyata membawa keburukan,
semoga Allah mengampuni kesoktahuan saya ini. 

Beberapa minggu terakhir ini tentu telinga kita sudah tidak asing lagi mendengar kalimat berbunyi “Alhamdulillah, yah... sesuatu banget”, yang pertama kali dipopulerkan oleh Syahrini. Hal ini kemudian menjadi benar-benar ‘sesuatu’ ketika saya menjumpai rata-rata pemilik akun disocial media  dan/atau bahkan diluar dunia maya ikut menggunakan atau apalah namanya kalimat yang dipopulerkan oleh Syahrini tersebut, termasuk saya sendiri.

Dan ‘sesuatu’ itu membuat saya tergelitik namun saya sendiri tidak tahu apakah ‘sesuatu’ itu sebenarnya.

Rasa tergelitik itu semakin menjadi-jadi ketika saya membaca status Gus Sahal:

belakangan ini setiap saya menyebut 'alhamdu lillah' atau 'subhanallah', saya sulit sekali bisa khusyu' dalam berdzikir. Karena saya jadi terbayang-bayang sama Syahrini yang selalu nyebut 'alhamdu lillah yah' dan 'subhanallah yah' dalam setiap ucapannya tentang apapun. Kok bisa saya teringat Syahrini ya, padahal setahuku saya bukan Anang......

Entahlah, tiba-tiba saja saya merasa ditampar ke masa lalu, ke sebuah ingatan masa kecil saya. Okeh, ini berlebihan. hahaha... :p

Saya kok  jadi teringat pada sebuah artikel yang dulu sekali pernah saya baca tentang proses pembuatan film kolosal "Cut Nyak Dhien", difilm itu diceritakan harus memasukkan pekikan massal "Allahu Akbar" dan sang sutradara -Eros Djarot- sampai berkeliling ke berbagai tempat untuk menyewa beberapa ratus orang untuk menggemakan "Allahu Akbar" dan direkam dubbing film tersebut dan ternyata hasilnya kurang memuaskan. 

Akhirnya beliau ke Aceh dan merekam beberapa ratus orang untuk memekikan takbir. Dan, "Sama-sama orang sekian ratus meneriakkan Allahu Akbar, tapi hasilnya lain, magisnya lain..." begitu tutur Eros Djarot.

Kaitannya dengan "Alhamdulillah, yah..." saya teringat pada salah satu komentar menarik distatus Gus Sahal tersebut:

Salah satu gizi spiritual dalam menghadapi kehidupan adalah bersahabat dengan "alhamdulillah" Orang-orang yang sering bersahabat dengan "gizi spiritual" ini, insyaAllah hidupnya akan lebih bahagia dibanding yang mereka duga. Btw Mas Sahal ga pake ringtone suara Syahrini yang sedang mengucapkan : " alhamdulillah ya Mas Sahal teringat aku " ?? hehehe...

Membaca komentar itu, saya merasa terjewer, merasa Alhamdulillah saya, sebagai salah satu gizi spiritual jadi hilang ruhnya. Padahal itu kalimat pujian yang harusnya kita persembahkan secara paripurna baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Alhamdulillah yang keluar dari mulut itu (harusnya) bukan sekedar Alhamdulillah dari mulut. Dalam sepotong Alhamdulillah (lagi-lagi seharusnya, saya pikir) terkandung kekhusyukkan, kedalaman, kebeningan, serta 'shalat'.

Ah, ya...

itu dia, 'sesuatu' yang menganggu saya. Kekhawatiran jika Alhamdulillah kehilangan kualitas ruhnya, berkurang gizi spiritualnya terutama bagi manusia yang masih jauh dari bermutu seperti saya :p

jika kita hanya sekedar mengucap tanpa kualitas atau mungkinkah ini saatnya bagi Alhamdulillah untuk menjadi bagian dari bahasa Indonesia, tanpa makna, ruh dan kebeningan? *ditimpuk kamus* 

sesuatu banget yah?

astaghfirullahaladzim...