Melihat foto yang dishare di wag lagerunal untuk jadi tema #kamismenulis hari ini rasanya kok perih ya. Padahal fotonya bisa menerbitkan rasa lapar. Ada sebuah talenan putih dengan irisan jagung, terong dan kacang panjang diatasnya, bersanding dengan dua butir telur yang meringkuk cantik di dalam mangkuk.  Tapi, sekali lagi bukannya lapar, saya malah merasa perih. 


Fotonya mengingatkan saya pada mama, pada sayur lodeh dan dadar telur yang biasa mama masakan untuk saya. Saya suka sekali sayur lodeh dengan tambahan cabai rawit. Sedapnya santan dan pedasnya rawit dalam sayur lodeh merupakan penerbit lapar paling tidak bisa saya tolak. Dan mama tahu betul soal itu. 

Entah kenapa masakan mama selalu terasa dilidah dan membuat kami kangen pulang ke rumah, padahal mama bukanlah orang yang benar-benar pandai memasak. Tapi mungkin benar kata Bapak, semua masakan mama enak karena mama menambahkan cinta dan ketulusan sebagai bumbunya. Tidak pernah saya melihat mama bermasam muka, mengeluh apalagi mengerutu saat memasak. Sebaliknya saya selalu melihat binar-binar bahagia dimatanya. Pernah sekali bertanya apa mama capek saat memasak, kata mama tentu saja seperti pekerjaan lainnya pasti ada lelah tapi rasa lelah itu hilang saat melihat semua yang mama masak habis disantap. Mama bahagia. Sesederhana itu ternyata kebahagiaan mama. Kemudian baru aku pahami kenapa Bapak selalu memuji masakan Mama, karena sejatinya membahagiakan pasangan sesederhana menghargai jerih payahnya, berterimakasih. 

Kini yang tertinggal hanya kenangan dalam semangkuk lodeh. Setahun lalu Mama menyusul Bapak yang sudah lebih dulu pulang ke rumah barunya. 

Bahagia disana ya, Ma, Pak...