02 November 2012
Pagi itu seperti anak manis lainnya, sebelum pergi saya selalu mengecup punggung tangan mama, merajuk do'a-do'a penuh cinta dari bibir mama memohon keselamatan. Samar saya lihat masih tampak kekhawatiran diwajahnya. Selalu begitu memang tak pernah berubah, acap kali saya hendak bepergian jauh seorang diri. Angkot depan rumahlah yang akhirnya menghentikan satu scene yang hampir saja berending tumpah ruahnya air mata.

Saya tiba di Stasiun KA Rangkasbitung 10 menit sebelum kereta Rangkas Jaya bergegas menuju Stasiun Tanah Abang. Kereta Rangkas Jaya memang tidak sesuram kereta ekonomi lainnya yang beroperasi dari Merak-Serang-Rangkasbitung-Tanah Abang, dimana penumpang, pedagang, pengamen tumplek blek menjadi satu. Pengap menghajar disana-sini. Apa memang harus begitu ya jika transportasi murah-meriah?

Belum apa-apa saya sudah harus pesta keringat, mulai berdesak-desakkan dipintu masuk kereta, terdorong-dorong.
Meski buat saya itu bukan masalah. Saya hanya tidak suka jika sudah ada yang mulai berbicara kasar meskipun bukan dialamatkan kepada saya. Dengan susah payah akhirnya saya mendapatkan tempat favorit saya, tempat disamping jendela. Buat saya ini tempat paling asyik, saya bisa memotret yang terjadi diluar jendela kereta. Tetiba ada seorang ibu yang mengajak saya duduk sebangku bersamanya, panik tampak jelas diwajahnya. Saya hanya mengiyakan, lalu duduk disampingnya. Tanpa saya minta beliau lalu bercerita kalau sejak tadi ada laki-laki yang mepet-mepet ngajak ngobrol ngalor ngidul padahal beliau tidak kenal sama sekali, karena pernah jadi korban tindak kriminal wajar saja jika beliau langsung menjadi panik seperti itu. Saya menyimak penuturan beliau, menganggukkan kepala, menarik nafas, dan sesekali berkomentar. Entah bagaimana mulanya beliau lalu mengajak saya mampir dulu ke rumahnya di daerah Salemba.


"makan siang dulu dirumah ibu ya, baru lanjut lagi perjalanannya", begitu desaknya.

Saya tidak enak untuk menolak, akhirnya saya mengiyakan saja ajakan beliau. Pukul 13.10 bajaj yang mengantarkan kami dari Tanah Abang ke Salemba akhirnya berhenti disebuah rumah berpagar biru. Rumah yang cukup asri dengan pot-pot berbunga cantik yang berdiri manis dibeberapa sudut. Beliau mempersilahkan saya duduk lalu sejurus kemudian membawakan saya segelas orange juice yang saya teguk habis sekali minum, ketara banget nggak pernah minum berhari-hari. Beliau hanya tertawa lalu kembali ke belakang dan membawakan saya satu gelas lagi. Kami bertatapan lalu kemudian tertawa. Sepiring nasi mengepul dengan rendang yang menggoda dipinggirannya membuat saya tidak tahan untuk segera melahap habis, aiih... ada apa ini? mengapa rendang? tahukah beliau kalau saya tak tahan godaan teman nasi bernama rendang. Tak sampai 10 menit, piringnya sudah bersih kembali. Ternyata ada gadis kecil dengan mata jenaka memperhatikan saya dari tadi.

"nek, kakaknya masih lapel", teriaknya polos dengan tatapan jenakanya

Kena gap seperti itu saya cuma bisa cengar-cengir, tak lupa saya jawil pipinya yang tembem.

"sakit, kak", katanya manja seraya menggeser duduknya lebih dekat ke arah saya. Saya ambil sebatang coklat dari backpack, membuka bungkusnya lalu tanpa berdosa mengemutnya dengan khidmat, si mata jenaka menatap saya dengan tatapan -aku kok gak dibagi coklatnya?-. Sepintas kulihat bibirnya mulai manyun. hahaha... entah kenapa saya suka sekali melihat bibir manyun anak-anak kalau merajuk minta sesuatu. Tak tahan menggoda si mata jenaka saya berikan semua sisa coklat. 

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 14.00, saya beranjak ke dapur hendak pamit pada Ibu yang sudah berbaik hati memberikan dua gelas orange juice dan sepiring nasi hangat dengan rendang menggoda lidah. Saya pamit, mencium punggung tangannya seperti terhadap mama tak lupa saya merajuk do'a. Beliau mengusap kerudung penutup kepala saya, "hati-hati ya...", bisiknya. Saya hanya mengangguk.

"nek, kakaknya gak bisa ngomong ya?"

Dan saya hanya bisa tersenyum dalam hati.

* * *

Tepat pukul 15.41 kereta Majapahit kelas ekonomi AC dari stasiun Pasar Senen membawa saya pergi ke kota yang katanya berhawa sejuk. Mendengar kosa kata sejuk entah kenapa saya selalu excited, ada perasaan yang susah sekali untuk dijabarkan. Sejatinya sejuk itu sudah merupakan kata yang memboost energi saya menjadi (terkadang) berlebihan. Sayangnya hal itu tidak benar, pukul 08.41 kaki kanan saya menjejak pelataran Stasiun Kota Malang pertama kali dan yaaa ampuuuuun ternyata tidak sama dengan apa yang saya bayangkan sebelumnya kota berhawa sejuk, panasnya minta direndem dikulkas :P

Sebelumnya selama dikereta ada seorang ibu yang berkali-kali matanya bertubrukan dengan saya, tadinya jengah juga ada yang diam-diam memperhatikan saya sedemikian rupa :P Sampai akhirnya beliau membuka percakapan sebelum kereta berhenti di Stasiun Tulung Agung.

"mau kemana, dek?"
"ke Malang. Bu"
"maaf ya, sampeyan mirip sama almarhum teman SMP saya dulu"
".....", kemudian hening
"maaf lho, dek", *si Ibu mulai merasa tidak enak*
"Tuhan menciptakan wajah yang serupa saya dimana-mana sepertinya", *saya tertawa, lalu semua tertawa*

Ternyata si Ibu turun di Stasiun Tulung Agung, katanya mau reunian dengan teman-teman SMPnya. Gilanya dia tidak ijin sama suaminya, malahan bilang mau mengikuti workshop memasak. Giliran saya yang bengong.

Setelah si Ibu turun ada perempuan yang usianya tidak jauh dengan saya, mulai membuka percakapan. Mulai dari basa-basi perkenalan sampai akhirnya dia curhat selama satu jam tentang laki-laki kurang ajar yang mengkhianati cintanya. Ebusyeeeeh... Mendengar ceritanya terkadang ikut geram, kalau inget dulu juga pernah dikhianati. halaaagh... :P

Lumayanlah dengerin orang curhat selama sejam perjalanan, bikin kita nggak nyadar kalau sudah sampai di Stasiun tujuan. Kami turun bareng di Stasiun yang sama. Dan saya sudah tidak sabar ingin segera melewati pintu keluar dan menemukan dia berdiri dengan bacpacknya yang mulai lusuh memeluk tangannya didada dengan tatapan -lama banget sih kamu-, hahaha... dia makhluk paling nggak tahan kalau disuruh menunggu dan saya suka tatapannya itu.

Demi Tuhan saya kangen tatapannya...